Please Wait
9162
Memaksa seseorang dalam menerima agama adalah suatu hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Proses penyebaran Islam di Iran juga klaim keterpaksaan orang-orang Iran dalam menerima Islam tidak dapat diterima. Karena pada dasarnya kondisi keterpaksaan seperti ini tidak sesuai dengan watak dan karakter orang Iran yang suka kebebasan. Sebagai contoh, setelah penyerangan orang-orang Mongol ke Iran yang boleh jadi merupakan penyerangan yang paling bengis dan kejam yang pernah terjadi di Iran dan berujung pada punahnya sebagian besar warisan kebudayaan Iran-Islam, orang-orang Iran tidak hanya menolak ajaran orang-orang Mongol bahkan seiring dengan perjalanan waktu, orang-orang Mongol berkat interaksi dan pertemanan dengan para ilmuan Islam Iran mereka memeluk Islam.
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, pertama-tama kami akan menjelaskan dua poin penting sebagai berikut:
1. Pelbagai peristiwa yang terjadi tatkala penaklukan pasca wafatnya Rasulullah Saw sama sekali tidak dapat dibenarkan seratus per seratus. Karena dalam keyakinan Syiah, khalifah hak Rasulullah Saw adalah Imam Ali As yang banyak memberikan kontribusi bimbingan dan panduan dalam masalah seperti ini. Namun bagaimanapun ketika itu, kekuasaan untuk mengambil keputusan berada di tangan orang lain.
2. Hanya saja Anda tidak menyodorkan dalil referensial yang menyatakan bahwa orang-orang Muslim Iran terpaksa menerima agamanya dan dengan menganggap peristiwa ini benar-benar terjadi sembari Anda mencari-cari dalilnya.
Untuk menjelaskan kondisi Iran pada masa penaklukan di tangan kaum Muslimin cukup bagi Anda mengkaji beberapa peristiwa yang terjadi pada masa itu. Pelbagai penaklukan ini terjadi tatkala Raja Sasanid berhadapan dengan pelbagai keonaran internal dan protes rakyat Iran.
Yezdgerd III raja terakhir Dinasti Sasanid adalah seorang pemuda tanggung yang tanpa kemampuan manejerial yang memadai telah menggiring Iran menjadi sebuah negara yang lemah dan atas dasar ini musuh-musuh menyerang Iran[1] dari pelbagai penjuru.[2]
Dalam penyerangan kaum Muslimin juga meski ibukota Iran terletak di Taispun (kota Madain Iran sekarang ini) Yeadegerd III pertama kali kabur ke kota Rey namun gubernurnya di kota Rey menolak kehadirannya. Kemudian ia pergi ke Isfahan namun di sana juga ia tidak merasa aman dan bertolak menuju Kerman. Setelah beberapa lama bermukim di Kerman, Yezdgerd III kabur ke kota Moro dan pada jarak dua farsakh dari kota tersebut, ia membuat sebuah altar dan di tempat itu ia melakukan kontak dengan para panglimanya dari satu sisi. Dan dari sisi lain, ia meminta bantuan dari beberapa orang raja dari negara-negara lain. Tatkala ia ingin mencari perlindungan ke negeri Cina ia berhadapan dengan penentangan serius dari para pembesar Iran. Mereka menyalahkannya dan beralasan bahwa apabila kita berdamai dengan kaum Muslimin yang taat beragama, mengingat kesetiaan mereka dan kita tetap tinggal di negeri kita maka hal itu lebih baik ketimbang mencari suaka di negeri lain yang bukan saja tidak beragama dan juga tidak jelas apakah mereka setia dengan janji mereka. Pertentangan dan konfrontasi antara orang-orang Iran dan raja mereka terus berlanjut hingga Yezdgerd III terbunuh oleh seorang Asia di Moro[3] dan dengan demikian dinasti kerajaan Sasanid pun berakhir dan kaum Muslimin berhasil merebut kekuasaan di Iran.
Proses peralihan kekuasaan, kecuali dalam beberapa kasus tertentu, [4]dilakukan tanpa adanya pertumpahan darah. Kemudian setelah itu, orang-orang Iranlah yang dengan semangat dan gairah yang tinggi memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam. Di antara dalil yang menegaskan bahwa orang-orang Iran tidak terpaksa dalam menerima Islam adalah kebanyakan ulama Islam berasal dari negeri Persia.
Penyusun kitab-kitab ternama Syiah yaitu Kutub al-Arba’ah misalnya Syaikh Shaduq (dari kota Rey), Syaikh Kulaini (dari sebuah desa dekat kota Rei), Syaikh Thusi (dari Thus Khurasan).
Penyusun kitab-kitab ternama Ahlusunnah yaitu Shihâh Sittah juga adalah orang-orang Persia seperti Bukhari (dari Bukhara), Muslim (dari Naisyabur), Turmidzi (dari Turmudz), Nisai (Nisa), Ibnu Majah (dari Qazwin), dan Abu Daud (dari Siistan) yang kesemua penyusun kitab ini berasal dari tempat-tempat yang secara geografis termasuk dalam wilayah Iran ketika itu.
Dengan mencermati kitab-kitab lainnya juga akan kita jumpai pengaruh kebanyakan para ulama Iran lainnya bagi Islam dan kaum Muslimin.
Dalil lainnya adanya kecendrungan hati orang-orang Iran terhadap Islam adalah bahwa pasca penyerangan orang-orang Mongol ke Iran yang boleh jadi merupakan penyerangan yang paling bengis dan paling berdarah yang pernah terjadi di Iran dan berujung pada punahnya sebagian besar warisan kebudayaan Iran-Islam, orang-orang Iran, tidak hanya tidak tertarik kepada agama dan ajaran orang-orang Mongol bahkan seiring dengan perjalanan waktu, orang-orang Mongollah yang kemudian memeluk Islam buah dari pertemanan dan interaksi mereka dengan para ilmuan Iran.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari semua ini bahwa pemaksaan masyarakat kuat dan besar semisal Iran tidak dapat diterima mengingat latar belakang kebudayaan Iran adalah peradaban paling kuno di dunia. Jadi kecil kemungkinan mereka terpaksa dalam dalam menerima agama baru. Dan apabila rakyat Iran menerima Islam secara lahir dan karena paksaan, maka pada kesempatan pertama dan persis ketika menyaksikan adanya kelemahan dalam pemerintahan Islam tentu mereka akan bangkit memberontak melawan pemerintahan tersebut. Sementara kita saksikan adanya pelbagai gerakan pemberontakan dengan slogan-slogan non-Islam tidak mendapat sambutan hangat dari orang-orang Iran. Bahkan sebaliknya, pelbagai kebangkitan menuntut keadilan seperti gerakan-gerakan Alawiyan yang menyerukan dihidupkannya kembali nilai-nilai orisinal Islam, gerakan-gerakan itu mendapat sokongan penuh dan luas orang-orang Iran dan sebagaimana yang Anda saksikan mazhab yang mayoritas dianut di Iran adalah mazhab Ahlulbait padahal kebanyakan pasukan kaum Muslimin yang merupakan para penakluk pertama Iran tidak demikian adanya dan pengikut para khalifah pada masa itu. Dan hal ini merupakan dalil yang lain bahwa Islam tidak masuk secara paksa dalam hati-hati orang-orang Iran. Karena pada dasarnya orang-orang Syiah tidak memiliki kekuasaan pemerintahan yang dapat melaksanakan paksaan ini. Sejatinya pemaksaan menerima suatu agama tidak mungkin dapat dilakukan. Sebagaimana pada masa kontemporer juga kita saksikan bahwa pasca dasawarsa berturut-turut Islam phobia berkembang di negara-negara bagian Uni Soviet dan propaganda ide-ide komunis dan semisalnya dan adanya upaya untuk memaksa masyarakatnya untuk menganut ajaran komunis, namun kaum Muslimin di wilayah tersebut tidak kuasa menahan pelbagai kesulitan yang ditimpakan kepada mereka, hingga batasan tertentu kaum Muslimin menjaga identitas keislaman mereka dan hal ini juga ada dapat diterapkan bagi orang-orang Kristen yang bertempat tinggal di tempat itu. [IQuest]
[1]. Musuh-musuh dari pelbagai penjuru dan bukan hanya orang-orang Arab Muslim yang berasal dari wilayah Barat (Perhatikan baik-baik)
[2]. Ibnu Jarir Thabari, Târikh al-Umam wa al-Muluk, jil. 1, hal. 632, Muassasah al-‘Alami, Beirut.
[3]. Ibid, jil. 3, hal. 244-249 (dengan ringkasan)
[4]. Seperti peperangan Qadisiya dan Nahawand.