Please Wait
42257
Dengan bersikap sabar atas musibah dan memperhatikan dampaknya dan juga berfikir serta merenungi bahwa kematian merupakan sesuatu yang pasti dan hak dan akan mendatangi setiap manusia, maka hal ini akan mempermudah dan meringankan beban musibah yang menimpa kita.
Di antara amalan-amalan mustahab (sunnah) yang diperuntukkan bagi yang telah meninggal dunia adalah sebagai berikut: menunaikan salat wahsyat pada malam pertama dari kematiannya, sedekah, berdo’a dan membaca al Qur’an. Perlu disampaikan bahwa menunaikan salat wahsyat pada malam pertama itu hukumnya mustahab (sunnah) dan tidak pada malam-malam selainnya. Sebagai penggantinya, lebih baiknya melakukan amalan yang mustahab (sunnah) di waktu-waktu lain untuk dipersembahkan kepada orang yang telah meninggal.
Guna mempermudah dan meringankan beban seseorang yang ditimpa musibah, diperlukan banyak hal yang mana yang paling penting di antaranya adalah:
- Sabar atas musibah
Sabar[1] adalah penolong seorang manusia dalam menjalani kehidupan. Salah satu pembagian sabar adalah sabar menghadapi musibah.[2] Sabar dalam banyak ayat al Qur’an dan hadits memiliki nilai dan pahala. Memperhatikan dampak dan pengaruh yang diciptakan sabar dapat menjadi salah satu solusi dalam meringankan beban kesedihan dan kedukaan atas kepergiaan salah satu keluarga terdekat manusia. Di sini akan kita sebutkan beberapa ayat dan hadits sebagai sekedar contoh yang menyinggung masalah ini:
- Allah Swt dalam al Qur’an berfirman: ”(sembari mengucapkan), "Salam sejahtera bagimu lantaran kesabaranmu." Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”[3] Dan firman-Nya lagi: ”Dan sungguh Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu), orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang mendapatkan salawat (keberkahan yang sempurna) dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”[4]
- Imam Ali As bersabda: ”Sejauh-jauhnya cara pandang ke depan (masa mendatang) adalah bersabar terhadap musibah yang menimpa.”[5] Dan juga beliau bersabda:”Di antara harta karun iman adalah bersabar terhadap musibah yang menimpa.”[6] Dan juga kembali beliau bersabda: ”Bersabar terhadap musibah yang menimpa, membuat manusia meraih derajat yang tinggi dan mulia.”[7]
- Berfikir dan Merenungi Hakikat kematian
Realitas ini mesti dipahami dan merenunginya bahwa kematian itu untuk semua dan ia merupakan hal yang pasti dan hak. Allah Swt berfirman: ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.”[8] Seluruh ciptaan dan makhluk yang mana merupakan hasil manifestasi Allah Swt dan datang dari-Nya, pada akhirnya semua akan kembali kepada-Nya. Allah Swt berfirman: ”Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya.”[9]
Di antara dampak dan efek keimanan manusia kepada Allah Swt adalah penjelasan kalimat agung ini dalam al Qur’an yaitu ketika ditimpa musibah dan diberi ujian, maka dengan memperhatikan substansi ayat tersebut dan melafalkannya bisa membuat hati dan jiwa menjadi tenang dan tentram dan semakin pelafalan ini diperbanyak dan semakin dengan hakikat, maka kegoncangan jiwa akan semakin teratasi dan akan membuat jiwa semakin tenang dan tentram.
- Melakukan berbagai amal saleh untuk yang sudah meninggal.
Dalam banyak riwayat telah dianjurkan untuk melakukan amalan-amalan yang diperuntukan bagi yang sudah meninggal dunia. Sebagian dari riwayat-riwayat itu, dengan berdasarkan pada syarat-syarat tertentu bisa menjadi wajib dan sebagiannya bisa berupa yang mustahab (sunnah). Di antara hal-hal yang dianggap mustahab (sunnah) dalam banyak riwayat adalah sebagai berikut:
- Sedekah: Salah seorang dari Bani Sa’adah yang ibunya telah meninggal, datang menemui Rasulullah Saw dan berkata: Ibuku meninggal ketika saya sedang tidak ada, jika saya bersedekah untuk ibuku apakah manfaatnya (baca; pahala) akan sampai kepadanya? Rasulullah Saw menjawab: Iya.[10]
- Membaca al-Qur’an: Rasulullah Saw bersabda: ”Barangsiapa yang lewat di pekuburan dan membaca surat al Ikhlas sebanyak sebelas kali dan pahalanya dihadiahkan kepada yang meninggal, maka pahalanya itu akan diberikan kepadanya sebanyak jumlah orang-orang yang mati itu.”[11]
- Melakukan amal saleh: Imam Shadiq As bersabda: ”…sedekah, berdoa dan berbuat baik, itu akan sampai kepada orang yang meninggal dan pahalanya itu diberikan kepada yang melakukan amal saleh ini dan kepada orang yang sudah meninggal.”[12] Dan juga beliau as kembali bersabda: ”Setiap muslim yang mewakili orang-orang yang sudah meninggal untuk melakukan suatu amal saleh, maka Allah Swt akan melipatgandakan pahalanya dan orang-orang yang sudah meninggal bisa mengambil manfaat darinya (dari pahala itu).”[13]
- Melakukan salat wahsyat: Disunnahkan serta dianjurkan melakukan dua rakaat salat wahsyat (salat yang dihadiahkan kepada yang meninggal pada malam pertamanya di alam kubur[14]) untuk orang yang meninggal pada malam pertamanya di alam kubur dan adapun tatacaranya itu telah dijelaskan dalam risalah amaliah para marja taklid.[15] Oleh karena itu, salat wahsyat pada malam pertama sang mayat di alam kubur merupakan hal yang disunnahkan (mustahab) dan bukan malam-malam selain itu, dan bisa juga di waktu-waktu lain melakukan amalan-amalan lain seperti apa yang telah disebutkan sebelumnya untuk ibunya sehingga jiwa dan ruhnya mendapat ketenangan dan kedamaian.[iQuest]
Mengenai amalan-amalan wajib untuk sang mayat, Anda dapat merujuk ke beberapa indeks berikut:
- Khumus untuk harta sang mayat, pertanyaan: 3542 (site: 3780).
- Qadha salat dan puasa ayah dan ibu, pertanyaan: 4115 (site: 4400).
[1]. Untuk informasi lebih jauh, Anda bisa melihat indeks: Kelebihan Sifat Sabar, Pertanyaan: 8418 (Site: 9091).
[2]. Syaikh Hasan Dailami,, Irsyâd al-Qulûb ila al-Shawâb, jil. 1, hal. 126, Nasyr-e Syarif Razi, Qum, Cetakan Pertama, 1412 H.
[3]. (Qs. Al-Ra’du [13]: 24).
[4]. (Qs. Al Baqarah [2]: 155-157)
[5]., Abdul Wahid bin Muhammad Tamimi Amidi, Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kilam, hal. 283, Hadis 6299, Intisyarat-e Daftar-e Tablighat-e Islami, Qum, 1366 S.
[6]. Ibid, hal. 282, Hadis 6298.
[7]. Ibid, hal. 262, Hadis 6269.
[8]. (Qs. Al ‘Ankabut [29]: 57)
[9]. (Qs. Al Baqarah: 156)
[10]. Abdul Qadir, Mulla Huwaisy Ali Ghazi, Bayan al-Ma’âni, jil. 1, hal. 203, Mathba’ah al-Taraqqi, Damaskus, Cetakan Pertama, 1382 S;, Muhammad bin Ahmad Qurthubi, al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân, Intisyarat-e Nashir Khusru, Teheran, Cetakan Pertama, 1364 S.
[11]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 10, hal. 368, Muassasah al Wafa’, Beirut, 1404 H.
[12]. Syaikh Hurr ‘Amili,, Wasâil al-Syi’ah, jil. 8, hal. 279, Muassasah Ali al-Bait As, Qum, 1409 H.
[13]. Ibnu Fahad Hilli,, ‘Uddat al-Da’i, hal. 146, Dar al-Kitab al-Islami, Qum, 1407 H.
[14]. Ibrahim bin Ali ‘Amili Kaf’ami, al-Mishbâh, hal. 411, Nasyr-e Dar al-Ridha, Qum, Cetakan Kedua, 1405 H; Wasâil al-Syi’ah, jil. 8, hal. 168.
[15]. Sayid Ruhullah, Musawi (Imam Khomeini), Taudhih al-Wasail (dengan catatan-catatannya), jil. 1, hal. 348, Riset dan Koreksi oleh: Sayid Muhammad Husain Bani Hasyim Khomeini, Daftar-e Intisyarat-e Islami, Qum, Cetakan Kedelapan, 1424 H.