Please Wait
17973
Pentingnya menjaga hak-hak kedua orang tua (ayah dan ibu) dalam al-Qur’an sedemikian diperintahkan atasnya sehingga dinyatakan pada beberapa ayat setelah larangan syirik kepada Allah Swt. Dalam beberapa riwayat juga disebutkan sebagai amalan yang paling utama.
Adapun obyek-obyek yang disebutkan sebagai hak-hak kedua orang tua dalam al-Qur’an dan beberapa riwayat adalah sebagai berikut:
1. Berbicara dengan santun dan menjaga adab serta bersikap rendah hati di hadapan mereka.
2. Memohon rahmat kepada Allah Swt untuk keduanya.
3. Ketaatan kepada keduanya pada selain maksiat kepada Allah Swt.
Dalam al-Qur’an terdapat tema tentang hak-hak kedua orang tua atas anak-anaknya. Selanjutnya kita akan membahas tema ini berdasarkan sub-sub tulisan sebagai berikut:
Signifikansi Hak-hak Ayah dan Ibu dalam Pandangan al-Qur’an
Al-Qur’an sedemikian memandang penting dan signifikan hak-hak ayah dan sehingga dalam beberapa perkara, setelah menyampaikan larangan untuk tidak menyekutukan Allah Swt, al-Qur’an menitahkan manusia untuk berbuat baik dan ihsan kepada kedua orang tua mereka.
Sebagai contoh dalam menjelaskan perjanjian yang diambil dari Bani Israel, al-Qur’an menyatakan, “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Isra’il, (yaitu) janganlah menyembah selain Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Qs. Al-Baqarah [2]:83) Jelas bahwa perjanjian yang diambil berupa berbuat kebaikan kepada kedua orang tua ini menandaskan signifikannya persoalan ini. Di tempat lain, dinyatakan dengan redaksi, “wa qadhâ Rabbuka” yang bermakna bahwa Tuhanmu telah memerintahkan (sebuah perintah pasti) dan setelah larangan untuk tidak berbuat syirik, Allah Swt menitahkan (kepada manusia) untuk berbuat baik kepada ayah dan ibu.[1] Hal seperti ini juga disebutkan pada ayat, 36 surah al-Nisa, ayat 151 surah al-An’am, ayat 8 surah al-Ankabut dan ayat 15 surah Luqman dan al-Ahqaf.[2]
Di samping beberapa penegasan ini, al-Qur’an menyebut kebaikan para wali dan nabi Ilahi kepada orang tua mereka dalam bentuk yang lain yang menandaskan pentingnya persoalan ini. Misalnya pada surah Maryam, sembari menjelaskan keutamaan-keutamaan pada diri Nabi Yahya As, al-Qur’an menyebut sebagai orang yang berbuat kebajikan dan berbakti kepada kedua orang tuanya.[3]
Signifikansi Hak-hak Kedua Orang Tua dalam Beberapa Riwayat
Dalam beberapa riwayat Imam Shadiq As ketika menjawab pertanyaan bahwa amalan apakah yang terbaik? Imam Shadiq As bersabda, “Shalat awal waktu, berbuat baik kepada kedua orang tua dan jihad.” Menyebutkan berbuat baik kepada kedua orang tua setelah shalat awal waktu dan sebelum jihad menunjukkan penting dan signifikannya persoalan tersebut di sisi para Imam Maksum As. Dalam sebuah riwayat lainnya dari Imam Shadiq As diriwayatkan bahwa berbuat baik kepada ayah dan ibu, terlepas bahwa apakah mereka adalah orang tua yang saleh atau thaleh (jahat), adalah contoh hal-hal sehingga orang-orang tidak dapat berkelit dan menghindar darinya.[4]
Obyek-obyek Hak-hak Kedua Orang Tua dalam al-Qur’an dan Riwayat
Dalam al-Qur’an dan beberapa riwayat dijelaskan beberapa obyek (contoh) dan hal-hal terkait dengan hak-hak ayah dan ibu atas anak-anak mereka secara partikular. Di sini kami akan menyinggung sebagian dari contoh-contoh tersebut:
A. Berkata-kata mulia
Dalam sebuah ayat dinyatakan, “Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Isra [17]:23) Dalam sebuah riwayat juga Imam Shadiq bersabda apabila terdapat redaksi lebih rendah dari kata “ah” maka Allah Swt akan menggunakannya.”[5]
B. Bersikap rendah hati di hadapan mereka
Sebagai kelanjutan ayat di atas, al-Qur’an menandaskan, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Isra [17]:24) Ungkapan translatif “kasihilah mereka berdua” pada ayat menunjukkan tingkatan tertinggi sikap rendah hati dan tawadhu di hadapan kedua orang tua.
C. Mematuhi Kedua Orang Tua
Dalam sebuah riwayat dinukil dari Imam Shadiq As yang bersabda, “Anak-anak memiliki tiga tugas di hadapan ayah dan ibu; berterima kasih kepada mereka dalam setiap keadaan. Mematuhi keduanya atas apa saja yang mereka perintahkan dan larang kecuali dalam kemaksiatan kepada Allah Swt. Dan (terakhir) menginginkan kebaikan bagi keduanya secara terang-terangan dan diam-diam.”[6]
D. Berdoa untuk kedua orang tua
Pada ayat yang sama, Allah Swt menitahkan manusia berdoa untuk ayah dan ibu, “dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Isra [17]:24) Di samping itu, beberapa hal yang lebih partikular juga telah disinggun. Misalnya sebuah riwayat yang dinukil dari Imam Musa bin Ja’far yang bersabda bahwa beberapa orang bertanya kepada Rasulullah Saw ihwal hak ayah atas anak. Rasulullah Saw menjawab bahwa anak tidak boleh memanggil orang tuanya dengan namanya (secara langsung)
Tidak mendahului mereka ketika berjalan dan duduk. Tidak menyebabkan mereka menjadi sasaran tuduhan orang lain.”[7] Dalam sebuah ayat juga disebutkan bahwa infak kepada kedua orang tua lebih prioritas dari segalanya dalam urusan infak, “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang (seharusnya) mereka nafkahkan. Jawablah, “Setiap harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan setiap kebajikan yang kamu lakukan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. “ (Qs. Al-Baqarah [2]:215)
Batasan Menjaga Hak-hak Kedua Orang Tua
Dari beberapa hal yang telah disampaikan nampaknya kemestian penghormatan kepada kedua orangtua adalah ketaatan mutlak dalam segala urusan, namun harus dicamkan bahwa menurut al-Qur’an model dan metode seperti dalam berhubungan dengan mereka tidak dibenarkan. Sesuai dengan beberapa ayat, penghormatan kepada kedua orang tua dan ketaatan kepadanya hanya diperintahkan ketika tidak berujung pada penentangan dan maksiat anak-anak terhadap pelbagai instruksi dan titah Ilahi serta keluar dari mizan keadilan dan kebenaran. Hal ini sebagaimana disebutkan pada sebuah ayat yang menitahkan orang-orang untuk menegakkan keadilan, memberikan kesaksian terhadap hakikat dan kebenaran, bahkan apabila berakhir pada penentangan terhadap dirinya sendiri, atau terhadap kedua orang tua dan para sanak kerabat.[8]
Di samping itu, pada ayat lain ditegaskan larangan untuk tidak surut langkahnya dan mengalah apabila kedua orang tuanya berupaya menjadikan anak-anaknya menyekutukan Allah Swt, “Dan Kami berwasiat kepada manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya. Dan jika mereka memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti mereka. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Al-Ankabut [29]:8) Dan akhirnya al-Qur’an pada surah Luqman menyinggung masalah ini bahwa tiadanya ketaatan anak terhadap kedua orang tuanya dalam masalah syirik kepada Tuhan tidak menjadi dalih untuk berlaku buruk kepada mereka, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti mereka, dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lantas Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Luqman [31]:15) Dalam al-Qur’an dan beberapa riwayat di samping anjuran dan perintah untuk menjaga hak-hak kedua orang tua, dalil anjuran dan perintah ini juga disebutkan bahwa sesungguhnya segala upaya yanga ditanggung oleh kedua orang tua utamanya para ibu dalam urusan tarbiyah dan merawat anak-anak.[9]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat indeks terkait:
Perintah-perintah Kedua Orang Tua dan Taklif Anak-anak, Pertanyaan 522 (Site: 584)
[1]. “Wa qadhâ Rabbuka alla Ta’budu illa iyyah wa bilwâlidaini ihsâna.” (Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Qs. Al-Isra [17]:23)
[2]. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Qs. Al-Nisa [4]:36); “Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua.” (Qs. Al-An’am [6]:151); “Dan Kami berwasiat kepada manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya. Dan jika mereka memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti mereka. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Al-Ankabut [29]:8); (Qs. Luqman [31]:15); (Qs. Al-Ahqaf [46]15)
[3]. “Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.” (Qs. Maryam [19]:14)
[4]. Al-Tahdzib, Syaikh Thusi, al-Tahdzib, jil. 6, hal. 350, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[5]. Al-Kâfi, Syaikh Kulaini, jil. 2, hal. 349.
[6]. Bihâr al-Anwâr, Allamah Majlisi, jil. 75, hal. 236, Muassasah al-Wafa, Beirut, Libanon, 1404 H.
[7]. Al-Kâfi, Syaikh Kulaini, jil. 2, hal. 349.
[8]. “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau kedua orang tua dan kaum kerabatmu.” (Qs. Al-Nisa [4]:135)
[9]. “Dan Kami berwasiat kepada manusia tentang kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. (Kami berwasiat kepadanya), “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, karena hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (Qs. Luqman [31]:14); “Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (Qs. Al-Ahqaf [46]:15); “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Isra [17]:24) Dengan memanfaatkan artikel pada site Dar Gah-e Pasukhgai be Mas’aleye Dini.