Please Wait
Hits
15038
15038
Tanggal Dimuat:
2009/09/27
Kode Site
fa6384
Kode Pernyataan Privasi
53648
- Share
Ringkasan Pertanyaan
Orang yang sebagian dari anggota tubuhnya terluka dan air membahayakan dirinya bagaimana dia dapat melakukan wudhu, apakah ia harus mandi wajib atau bertayammum?
Pertanyaan
Seseorang yang sebagian dari anggota tubuhnya seperti tangan, kaki atau kepalanya, terluka, dan dibalut perban sehingga air pada bagian tersebut berbahaya baginya, bagaimana dia dapat melakukan wudhu? Jika dia diharuskan untuk mandi wajib bagaimana caranya dia melakukannya? Dan bagaimana jika debu yang bersih tidak ditemukannya untuk bertayammum? Karena saya hidup di luar negeri yang tidak mungkin dan sulit untuk memperoleh debu dan tanah yang bersih, apakah saya dapat melakukan mandi wajib pada bagian anggota tubuh selain bagian yang berbahaya terkena air ataukah sama sekali tidak dapat melakukan mandi wajib karena perban tersebut?
Jawaban Global
Sesuatu yang ditutupi di atas luka atau obat yang diletakkan di atas luka dan yang seperti itu disebut sebagai jabirah. Wudhu dan mandi wajib dengannya disebut dengan wudhu dan mandi wajib jabirah.
Pandangan para Marga Agung Taklid tentang wudhu jabirah adalah sebagai berikut:
Jika luka atau bisul (borok) atau patah tulang pada wajah atau tangan dan diatas luka tersebut terbuka dan air berbahaya baginya, cukup dengan mencuci sekitar luka tersebut secara jabirah, namun jika mengusap dengan membasahi tangan tidak berbahaya baginya, maka lebih baik baginya untuk melakukan hal tersebut dengan meletakkan kain bersih diatasnya lalu kemudian mengusap tangan yang basah di atas kain tersebut.
Dan jika untuk ukuran seperti itu juga membahayakannya ataukah luka tersebut menjadi najis dan tidak dapat disiram air, maka ia harus berwudhu di sekitar luka sebagaimana mestinya dan berdasarkan ihtiyat mustahab meletakkan kain di atas luka tersebut dan membasuh tangan kemudian mengusapkannya di atas kain, jika tidak mungkin meletakkan kain di atas luka tersebut cukup dengan mencuci sekitar luka dan untuk keduanya (wudhu dan mandi wajib) tidak perlu untuk bertayammum.[1]
Jika tidak mungkin untuk membuka luka tersebut namun kain atau sesuatu yang ada di atas luka tersebut bersih dan mungkin untuk menyiram air di atas luka dan tidak bahaya serta sulit untuk luka tersebut maka air harus di siram keatasnya, jika kain atau sesuatu yang menutupi luka tersebut najis, dengan meletakkan air di atas luka tidak berbahaya dan sulit untuk luka tersebut maka luka tersebut harus disiram dan ketika bewudhu, air harus sampai pada luka. Jika air berbahaya untuk luka, ataukah luka tersebut najis dan tidak mungkin untuk dicuci, sekitar luka harus dibasuh dan jika perbannya bersih maka diatas perban tersebut diusap dan jika perban tersebut najis atau tidak dapat diusap dengan tangan yang basah, misalnya ada obat yang menempel di atas lukanya, sebuah kain diletakkan yang ditutupi oleh perban dan mengusapkannya di atas kain tersebut dengan tangan basah, dan jika tidak mungkin juga, mengikut prinsip ihtiyâth wâjib ia harus berwudhu juga bertayammum.[2]
Namun jika luka dan borok atau patah pada tempat pengusapan (bagian depan kepala dan di atas kaki) dan tempatnya tidak menutupi sesuatu apapun (perban/ kain), jika tidak mungkin untuk diiusap, harus meletakkan kain di atas luka tersebut dan air yang tersisa dari wudhu tadi (tangan basah) mengusap bagian luka yang tertutupi kain tersebut ( menurut ihtiyat mustahab juga melakukan tayammum), jika meletakkan kain juga tidak memungkinkan, harus melakukan tayammum, juga lebih baik melakukan wudhu tanpa mengusap.[3]
Mandi wajib secara jabirah seperti halnya wudhu jabirah, namun berdasarkan ihtiyâth wâjib harus dilakukan secara tertib bukan secara langsung (irtimasi).[4]
Seseorang yang wajib untuk bertayammum, jika sebagian dari tempat tayammum ada luka, borok atau patah harus dengan aturan wudhu secara jabirah maka harus melakukan wudhu jabirah.[5]
Poin terakhir adalah selain dari debu/tanah, tayammum diatas batu gips atau batu besi ataukah batu marmer hitam dan beberapa macam batu adalah sah namun, tayammum di atas perhiasan seperti batu Akik, Firuz adalah tidak sah. [6] Karena itu orang-orang yang tidak dapat memperoleh tanah bisa bertayammum dengan menggunakan batu. [iQuest]
Pandangan para Marga Agung Taklid tentang wudhu jabirah adalah sebagai berikut:
Jika luka atau bisul (borok) atau patah tulang pada wajah atau tangan dan diatas luka tersebut terbuka dan air berbahaya baginya, cukup dengan mencuci sekitar luka tersebut secara jabirah, namun jika mengusap dengan membasahi tangan tidak berbahaya baginya, maka lebih baik baginya untuk melakukan hal tersebut dengan meletakkan kain bersih diatasnya lalu kemudian mengusap tangan yang basah di atas kain tersebut.
Dan jika untuk ukuran seperti itu juga membahayakannya ataukah luka tersebut menjadi najis dan tidak dapat disiram air, maka ia harus berwudhu di sekitar luka sebagaimana mestinya dan berdasarkan ihtiyat mustahab meletakkan kain di atas luka tersebut dan membasuh tangan kemudian mengusapkannya di atas kain, jika tidak mungkin meletakkan kain di atas luka tersebut cukup dengan mencuci sekitar luka dan untuk keduanya (wudhu dan mandi wajib) tidak perlu untuk bertayammum.[1]
Jika tidak mungkin untuk membuka luka tersebut namun kain atau sesuatu yang ada di atas luka tersebut bersih dan mungkin untuk menyiram air di atas luka dan tidak bahaya serta sulit untuk luka tersebut maka air harus di siram keatasnya, jika kain atau sesuatu yang menutupi luka tersebut najis, dengan meletakkan air di atas luka tidak berbahaya dan sulit untuk luka tersebut maka luka tersebut harus disiram dan ketika bewudhu, air harus sampai pada luka. Jika air berbahaya untuk luka, ataukah luka tersebut najis dan tidak mungkin untuk dicuci, sekitar luka harus dibasuh dan jika perbannya bersih maka diatas perban tersebut diusap dan jika perban tersebut najis atau tidak dapat diusap dengan tangan yang basah, misalnya ada obat yang menempel di atas lukanya, sebuah kain diletakkan yang ditutupi oleh perban dan mengusapkannya di atas kain tersebut dengan tangan basah, dan jika tidak mungkin juga, mengikut prinsip ihtiyâth wâjib ia harus berwudhu juga bertayammum.[2]
Namun jika luka dan borok atau patah pada tempat pengusapan (bagian depan kepala dan di atas kaki) dan tempatnya tidak menutupi sesuatu apapun (perban/ kain), jika tidak mungkin untuk diiusap, harus meletakkan kain di atas luka tersebut dan air yang tersisa dari wudhu tadi (tangan basah) mengusap bagian luka yang tertutupi kain tersebut ( menurut ihtiyat mustahab juga melakukan tayammum), jika meletakkan kain juga tidak memungkinkan, harus melakukan tayammum, juga lebih baik melakukan wudhu tanpa mengusap.[3]
Mandi wajib secara jabirah seperti halnya wudhu jabirah, namun berdasarkan ihtiyâth wâjib harus dilakukan secara tertib bukan secara langsung (irtimasi).[4]
Seseorang yang wajib untuk bertayammum, jika sebagian dari tempat tayammum ada luka, borok atau patah harus dengan aturan wudhu secara jabirah maka harus melakukan wudhu jabirah.[5]
Poin terakhir adalah selain dari debu/tanah, tayammum diatas batu gips atau batu besi ataukah batu marmer hitam dan beberapa macam batu adalah sah namun, tayammum di atas perhiasan seperti batu Akik, Firuz adalah tidak sah. [6] Karena itu orang-orang yang tidak dapat memperoleh tanah bisa bertayammum dengan menggunakan batu. [iQuest]
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar