Please Wait
Hits
8731
8731
Tanggal Dimuat:
2015/02/04
Ringkasan Pertanyaan
Sesungguhnya sangka baik merupakan hasil dari ibadah kepada Allah Swt. Apa maksud dari riwayat Rasulullah Saw ini?
Pertanyaan
Apakah maksud dari riwayat “Inna husna al-Zhanni min husni al-ibadah?”
Jawaban Global
Ibadah kepada Allah Swt memiliki manfaat dan kegunaan duniawi dan ukhrawi. Dari ayat-ayat dan riwayat-riwayat dapat disimpulkan bahwa ibadah terdiri dari dua jenis:
Pertama: Manfaat khusus yang berasal dari sebuah ibadah khusus seperti salat yang memiliki manfaat tersendiri – seperti mencegah dari perubata keji dan mungkar. Allah Swt berfirman:
«ٱتْلُ ما أُوحِیَ إِلَیْکَ مِنَ الْکِتابِ وَ أَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهى عَنِ الْفَحْشاءِ
وَ الْمُنْکَرِ وَ لَذِکْرُ اللهِ أَکْبَرُ وَ اللهُ یَعْلَمُ ما تَصْنَعُونَ»
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs Al-Ankabut [29]:45)
Kedua: Manfaat lainnya dari ibadah kembali kepada inti dan pokok ibadah dan penghambaan itu sendiri, bukan kepada ibadah khusus itu sendiri!
Rasulullah Saw bersabda: “Inna husna al-Zhanni min husni al-ibadah.”[1] Sangka baik bersumber dari ibadah yang baik. Artinya seseorang yang merupakan seorang ahli ibadah kepada Allah Swt dan spirit ibadah melekat pada dirinya, maka ia akan berprasangka baik kepada Allah Swt dan para hamba-Nya yang beriman.[2]
Berdasarkan hal ini, hadis dan riwayat yang serupa, tengah berbicara tentang seseorang yang beribadah secara tulus ikhlas kepada Allah Swt, ibadah yang baik ini akan menghasilkan sangka baik kepada Allah Swt dan orang-orang beriman baginya.
Demikian juga, terdapat penafsiran lain yang dijelaskan terkait dengan hadis ini bahwa sangka baik kepada Allah Swt dan kepada orang-orang itu sendiri merupakan salah satu ibadah yang baik yang akan mengantarkan manusia dekat kepada Allah Swt.[3]
Boleh jadi dua penafsiran ini benar adanya; karena sebagaimana ibadah yang baik akan mendatangkan sangka baik, sangka baik akan menyebabkan baiknya ibadah kepada Allah Swt.
Dalam hal ini, Imam Shadiq As bersabda, “Allah Swt menyampaikan wahyu kepada Nabi Daud As, “Ingatkanlah para hamba-Ku akan segala karunia lahir dan batin yang Aku berikan; lantaran kapan saja mereka mengingat segala karunia dan nikmat-Ku maka mereka tidak akan melihat yang lain dari-Ku kecuali kebaikan dan mereka akan memiliki masa depan seperti masa lalu (senantiasa bergelimang kenikmatan dari Allah Swt). Sangka baik mereka akan membuat ibadah mereka menjadi baik dan mengikhlaskan niat-niat mereka. Orang yang sombong adalah orang yang tenggelam dalam perbuatan-perbuatan dosa, namun berharap ampunan dan rahmat. Orang yang berprasangka baik akan mematuhi Allah Swt dan berharap memperoleh ganjaran serta takut dari azab-Nya.”[4] [iQuest]
Pertama: Manfaat khusus yang berasal dari sebuah ibadah khusus seperti salat yang memiliki manfaat tersendiri – seperti mencegah dari perubata keji dan mungkar. Allah Swt berfirman:
«ٱتْلُ ما أُوحِیَ إِلَیْکَ مِنَ الْکِتابِ وَ أَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهى عَنِ الْفَحْشاءِ
وَ الْمُنْکَرِ وَ لَذِکْرُ اللهِ أَکْبَرُ وَ اللهُ یَعْلَمُ ما تَصْنَعُونَ»
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs Al-Ankabut [29]:45)
Kedua: Manfaat lainnya dari ibadah kembali kepada inti dan pokok ibadah dan penghambaan itu sendiri, bukan kepada ibadah khusus itu sendiri!
Rasulullah Saw bersabda: “Inna husna al-Zhanni min husni al-ibadah.”[1] Sangka baik bersumber dari ibadah yang baik. Artinya seseorang yang merupakan seorang ahli ibadah kepada Allah Swt dan spirit ibadah melekat pada dirinya, maka ia akan berprasangka baik kepada Allah Swt dan para hamba-Nya yang beriman.[2]
Berdasarkan hal ini, hadis dan riwayat yang serupa, tengah berbicara tentang seseorang yang beribadah secara tulus ikhlas kepada Allah Swt, ibadah yang baik ini akan menghasilkan sangka baik kepada Allah Swt dan orang-orang beriman baginya.
Demikian juga, terdapat penafsiran lain yang dijelaskan terkait dengan hadis ini bahwa sangka baik kepada Allah Swt dan kepada orang-orang itu sendiri merupakan salah satu ibadah yang baik yang akan mengantarkan manusia dekat kepada Allah Swt.[3]
Boleh jadi dua penafsiran ini benar adanya; karena sebagaimana ibadah yang baik akan mendatangkan sangka baik, sangka baik akan menyebabkan baiknya ibadah kepada Allah Swt.
Dalam hal ini, Imam Shadiq As bersabda, “Allah Swt menyampaikan wahyu kepada Nabi Daud As, “Ingatkanlah para hamba-Ku akan segala karunia lahir dan batin yang Aku berikan; lantaran kapan saja mereka mengingat segala karunia dan nikmat-Ku maka mereka tidak akan melihat yang lain dari-Ku kecuali kebaikan dan mereka akan memiliki masa depan seperti masa lalu (senantiasa bergelimang kenikmatan dari Allah Swt). Sangka baik mereka akan membuat ibadah mereka menjadi baik dan mengikhlaskan niat-niat mereka. Orang yang sombong adalah orang yang tenggelam dalam perbuatan-perbuatan dosa, namun berharap ampunan dan rahmat. Orang yang berprasangka baik akan mematuhi Allah Swt dan berharap memperoleh ganjaran serta takut dari azab-Nya.”[4] [iQuest]
[1] Qadhai, Muhammad bin Salamah, Syarh Fârsi Syahâb al-Akbhâr (Kalimat Qishâr Payâmbar Khatam), hal. 357, Tehran, Markaz Intisyarat Ilmi wa Farhanggi, Cetakan Pertama, 1361 S; Sajistani, Abu Daud Sulaiman bin Asy’ats, Sunan Abi Daud, jil. 4, hal. 298, Beirut, al-Maktabah al-‘Ashriyah, Shaida, Tanpa Tahun.
[2] Silahkan lihat Syarh Fârsi Syahâb al-Akbhâr (Kalimat Qishâr Payâmbar Khatam), hal. 357; Manawi, Zainuddin Muhammad (yang dipanggil), Abdur-Rauf bin Taj bin al-Arifin, Faidh al-Qadir Syarh al-Jâmi’ al-Shagir, jil. 2, hal. 446, Mesir, al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, Cetakan Pertama, 1356 H.
[3] Shiddiqi, Muhammad bin Asyraf bin Amir, 'Uyûn al-Ma'bud (Syarh Sunan Abi Daud, wa Ma'a Hâsyiyah Ibnu al-Qayyim: Tahdzib Sunan Abi Daud wa Aidhah ‘Ilaluh wa Musykilâtuhu), jil. 13, hal. 230, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Cetakan Kedua, 1415 H.
[4] (Disandarkan kepada) Imam Shadiq As, Mishbâh al-Syari’ah, hal. 174, Beirut, A’lami, Cetakan Pertama, 1400 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar